BLUE ECONOMY
Nama : Tias Nilawati
Nim : L1B016086
Prodi : Budidaya Perairan
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang
sangat luas. Wilayah kedaulatan Yuridis Indonesia
terbentang dari 6o08I LU hingga 11o15I LS
dan 94o45I BT hingga 141o05I BT.
Letak pisisi geografis ini sangat strategis, karena menjadi
penghubung antar dua samudra besar di dunia yaitu Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik serta menjadi penghubung antar 2 benua yaitu benua Asia dan Australia.
Kepulauan Indonesia terdiri dari kurang-lebih 17.508 buah pulau-pulau besar dan pulau kecil dan memiliki garis pantai 81.000 Km, serta
memiliki wilayah laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2. Hal
itu membuat Indonesia memilki sumber daya pesisir dan laut serta keanekaragaman
hayati laut tropis terkaya di dunia.
Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil ke arah luar garis pantai. Selain itu Indonesia juga memiliki
wilayah yuridiksi nasional meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil
dan landas kontinen sejauh 350 mil dari garis pantai. Dengan ditetapkannya
konvensi PBB tentang hukum lautInternasional 1982, wilayah laut
Indonesia yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai 7,9 juta km2.
Wilayah laut sangat penting bagi bangsa ini dengan
dicantumkannya pada GBHN tahun 1993, dan
didirikannya Departemen Kelautan dan Perikanan. Undang-undang no. 22 dan 25 tahun 1999 juga mencantumkan kelautan
sebagai bagian otonomi daerah. Pengelolaan wilayah laut memang sangatlah
penting bagi bangsa ini. Beberapa alasan pentingnya pengelolaan wilayah laut bagi
bangsa ini antara lain Indonesia memiliki sumber daya laut yang besar baik
ditinjau dari kuantitas dan keanekaragaman hasilnya.
Salah satu jenis sumberdaya ikan
laut, yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai prospek yang
baik adalah ikan cakalang. Potensi ikan pelagis besar di wilayah pengelolaan
perikanan (WPP 4) yaitu di Selat Makassar dan Laut Flores sebesar 193,60 (103
ton/tahun) dan produksinya sebesar 85,10 (103 ton/tahun), dengan tingkat pemanfaatan
sebesar 43,96 %. Teknologi penangkapan yang umum digunakan di Indonesia untuk
memanfaatkan potensi sumberdaya ikan cakalang adalah purse seine dan pancing (
pole and line, pancing tonda, pancing ulur dan long line). Potensi produksi
ikan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 900 ribu ton.
Ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis L.) tergolong sumberdaya perikanan
pelagis penting dan merupakan salah satu komoditi ekspor nir-migas. Ikan
cakalang terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia, terutama di Bagian
Timur Indonesia. Kegiatan penangkapan ikan tuna termasuk cakalang telah
berkembang di perairan Indonesia, khususnya perairan timur Indonesia sejak awal
tahun 1970-an. Penangkapan cakalang di Indonesia dilakukan dengan menggunakan
huhate (pole and line), pancing tonda (troll line), pukat cincin
(purse seine), jaring insang, dan payang. Penangkapan cakalang tertinggi
terdapat di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan menggunakan huhate dan
pancing tonda. Peningkatan produksi ikan cakalang di perairan masih dapat
ditingkatkan, apabila operasi penangkapannya dapat dilakukan dengan cara yang
efektif dan efisien. Salah satu caranya ialah dengan mengetahui musim tangkap
ikan, sehingga dapat dilakukan persiapan yang lebih baik untuk melakukan operasi
penangkapan yang lebih terarah.
Kima adalah sejenis kerang besar yang banyak ditemukan di
wilayah perairan Asia Tenggara. Untuk wilayah Papua, Kima banyak sekali
tersebar di lautan Raja Ampat. Besarnya Kima dapat mencapai ukuran 1,5 meter
dengan berat 250 kilogram, bahkan konon pernah ditemukan Kima dengan ukuran
hampir mencapai 2,5 meter. Kima sendiri berperan luar biasa di struktur
ekosistem laut, kerang raksasa ini mampu menyaring air laut hingga puluhan ton
liter. Hewan ini mempunyai sistem filter yang luar biasa hebat dan menjadi
penolong bagi makhluk hidup lain yang bergantung dalam ekosistem laut.
Kebaikan dan manfaat keberadaan Kima tidak hanya untuk
warga ekosistem laut. Kima yang kaya akan kandungan protein ini pun sudah sejak
jaman purba menjadi sumber makanan sehat bagi manusia di muka bumi. Bahkan,
daging Kima dipercaya mampu menambah kejantanan kaum pria yang menyantapnya.
Karena hal inilah, maka tidak heran bila Kima menjadi bahan makanan yang sangat
mahal dan seringkali dijadikan menu khusus di restoran-restoran mewah.
Isi
kepentingan
seluruh dunia pada Rencana Pengelolaan Perikanan (FMP) dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Perikanan telah tumbuh sejak pertengahan 1990-an, ketika Organisasi
/ Pangan dan Pertanian PBB (PBB / FAO) meluncurkan Kode Etik untuk Perikanan
Bertanggung Jawab (CCRF). FMP (atau Rencana Pengelolaan Perikanan, RPP) karena
itu merupakan konsep baru untuk banyak negara termasuk Indonesia. Meskipun
departemen dan kantor perikanan di Indonesia telah ada di negara itu sejak
tahun 1945, perikanan dan kelautan biasanya dijalankan pada rutinitas-dasar dan
telah ada hampir tidak ada rencana pengelolaan perikanan - setidaknya FAO
defines- sejauh dilakukan. Pada
perkembangan ini, negara telah mulai merintis FMP di beberapa daerah dengan
bantuan teknis dari lembaga internasional seperti PBB Organisasi / Pangan dan
Pertanian (UN / FAO). Instansi pertama telah diujicobakan pada FMPlanning
intheBaliStraitsince1999, particularlyfortheIndian Oil Sardine (Sardinella
lemuru) perikanan, kemudian pindah ke Laut Jawa pada tahun 2004 untuk terutama
membantu mengelola pelagis kecil purse seine perikanan.
Daerah
didefinisikan sebagai Waters Indonesia Northeastern (NIWs) termasuk zona
ekonomi eksklusif Indonesia yang berdekatan dengan Samudera Pasifik. The NIWs
alasan yang memancing penting bagi cakalang perikanan (Winarso, 2004). Sangat
sedikit usaha telah dikhususkan untuk memahami struktur saham cakalang di
wilayah ini, meskipun satu kesulitan yang hampers belajar pada saham adalah
kurangnya data tangkapan historis yang tersedia terutama ketika penelitian ini
bertujuan untuk memahami perubahan spasial dan temporal di lembur struktur
saham ( Begg & Waldman 1999). Begg & Waldman (1999) menyarankan bahwa
gambaran kasar dari struktur saham dapat dipahami dengan memeriksa data hasil
tangkapan. Hal ini dapat menjadi cara alternatif memeriksa struktur saham sejak
pengumpulan data dengan menggunakan fishery-survei independen jauh mahal dan
memakan waktu. Tangkapan dari perikanan komersial dapat menjadi sumber data
bila komposisi ukuran ikan yang diambil oleh perikanan yang baik
diklasifikasikan dan dicatat dari waktu ke waktu. Informasi yang tersedia dari
ukuran komposisi sejarah cakalang yang diambil dari perairan Indonesia secara
singkat disajikan di Hampton & Williams (2003) yang dikombinasikan dengan
tangkapan Filipina perikanan. Perbedaan karakteristik perikanan dan lokasi
memancing perikanan cakalang di kedua negara dapat membatasi penggunaan
informasi untuk khusus memahami struktur saham dan manajemen tuna cakalang di
NIWs. Deskripsi komposisi ukuran tangkap diambil oleh perikanan merupakan salah
satu informasi yang berguna yang tidak hanya untuk memahami struktur saham
(Begg & Waldman1999) yang rentan terhadap kegiatan penangkapan ikan, tetapi
juga untuk membantu desain model manajemen yang sesuai untuk spesies sasaran
(Begg et al., 1999). Hal ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi dampak
memancing sebagai proporsi berkurang ikan besar sering indikator bahwa stok
ikan sangat dieksploitasi (Hampton & Williams,2003). Selanjutnya, dalam
jangka saham cakalang, karena karakteristik alamiah dari spesies ini yang
dikategorikan sebagai spesies yang beruaya, mungkin, sampai batas tertentu,
mempengaruhi komposisi ukuran ikan yang ditangkap di daerah penangkapan ikan
yang terletak di jalur migrasi, sebagai tangkapan di beberapa daerah mungkin
mengandung proporsi yang lebih tinggi dari ukuran tertentu daripada yang lain.
Kima
raksasa (Bivalvia, Tridacnidae) adalah organisme laut yang hidup di ekosistem
karang di Indo-Pasifik. Hewan ini memiliki dua genera (Tridacna dan Hippopus)
dan sembilan spesies di mana tujuh dari mereka dapat ditemukan di perairan
Indonesia, yaitu Tridacna gigas, T. derasa, T. squamosa, T. maxima, T. crocea,
Hippopus hippopus, dan H. porcellanus (Lucas, 1988; Pasaribu, 1988;
Ambariyanto, 2009). Secara geografis, Tridacna memiliki distribusi terbatas di
daerah tropis Indo-Pasifik dari Laut Merah ke Kepulauan Pasifik Toamatu. Setiap
spesies Tridacna memiliki wilayah distribusi sendiri. T. maxima tersebar paling
banyak, sedangkan T. tevoroa memiliki area distribusi yang paling limitted (air
mawar, 1965; Lucas, 1994).
kerang
raksasa yang dikenal memiliki nilai ekonomi penting dengan penggunaan langsung
dan organisme orgnamental. perdagangan Tridacna di pasar Asia Pasifik untuk
semua bagian dari hewan dapat digunakan, baik aductornya otot, mantel (segar,
kering atau dipasang), atau shell (Calumpong, 1992). Secara tradisional,
masyarakat di daerah pesisir telah menggunakan cangkang Tridacna sebagai
peralatan rumah tangga seperti tempat sabun, mangkuk makanan, asbak, dan
perhiasan. Di Indonesia, khususnya di Jepara dan Kepulauan Seribu orang
berkumpul kerang Tridacna sebagai bahan baku untuk industri keramik di Jakarta,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali (Romimohtarto et al.,1987).
DISKUSI
Sejumlah
besar nelayan telah terlibat, termasuk di sektor pengolahan ikan. 1996 statisticsin
dicated that there were sekitar 12.000 nelayan di Jawa Timur dan 9.000 di sisi
Bali yang bergerak di bidang perikanan selat Bali. Sebagian besar produk adalah
untuk konsumsi domestik, sedangkan produk kalengan adalah forinter-islandtrade.
Pendaratan
lemuru jelas menunjukkan peningkatan secara keseluruhan, tetapi dengan
fluktuasi ditandai, particularlysince pertengahan 1960-an. Pendaratan, diambil
oleh nelayan artisanal
- 'Payang' (a
lampara-jenis) yang rendah sebelum 1970 dengan rata-rata kurang dari 10,000t
per tahun, namun meningkat tajam sejak pertengahan 1970-an, bertepatan dengan
pengenalan Seiners tas pada tahun 1974, yang mengakibatkan pendaratan puncak
ditandai pada tahun 1977 (sekitar 40 ton), 1983 (50 ton) , 1991 (59 ton)
(Ghofar dan Mathews,1996), dan 1998 (lebih dari 60 ton). Di sisi lain,
penurunan tajam dalam pendaratan kami juga berpengalaman, dengan 'Minimal'
pendaratan pada tahun 1986, 1996, 1998 untuk hadir. pendaratan
Thesefiguresclearlyindicatethatsharpfluctuationsin terutama disebabkan
variabilitas ratherthanfishingeffort lingkungan.
Ghofar
et al (2000) efek ENSO dimasukkan lanjut di Selat Bali model produksi perikanan
sarden. Itu diidentifikasi bahwa Southern Oscillation Index (SOI) dapat
digunakan sebagai variabel iklim yang kuat dalam konstruksi model. Akibatnya,
bukannya kurva produksi tunggal statis-konvensional, mereka memperoleh lebih
dinamis multi-yield-kurva, di mana hasil yang dapat diprediksi mudah sekali SOI
dan usaha perikanan didefinisikan. Model ini dikembangkan lebih lanjut untuk
implementasi dalam praktek pengelolaan perikanan di Selat Bali (Ghofar, 2001).
Cakalang
menangkap mendarat di Biak, yang diambil oleh tiga tas-Seiners, menunjukkan
pola yang sama antara menangkap pada tahun 2001 dan 2002 meskipun jumlah tuna
cakalang yang tercatat tertangkap pada tahun 2002 adalah sekitar dua kali lipat
(ca.5.000 t) lebih tinggi dari pada tahun 2001. Hasil tangkapan didominasi oleh
kelas ukuran 1,90-3,40 kg yang memberikan kontribusi lebih dari 50% dari total
tangkapan dan proporsi yang sangat kecil (ca. 10%) dari cakalang ukuran tuna ≤1
kg.
Cakalang
mendarat di Manokwari diambil oleh salah satu tas-seine cenderung didominasi
oleh ukuran medium class (1,60-2,5 kg), dengan pengecualian dari proporsi kelas
ukuran 1,1-1,5 kg dan ukuran kelas kecil (≤ 1 kg) yang lebih dominan pada tahun
1998 dan 2002 masing-masing. Sehubungan dengan total tangkapan, perubahan dalam
komposisi ukuran tidak terkait dengan perubahan total tangkapan. Hasil
tangkapan total tahunan cakalang yang diambil oleh purse seine-sekitar 400 t di
1999 dan 2000. Angka ini meningkat pesat untuk sekitar 800 t pada tahun 2001
dan turun lagi secara drastis menjadi sekitar 300 ton pada tahun 2002.
Pada
bertentangan dengan dua lokasi lainnya, tuna cakalang tertangkap oleh tiga
Bitung tas-Seiners menunjukkan tren yang jelas dari perubahan ukuran kelas
selama 2000-2002. Ukuran kelas kecil (≤ 1 kg) memiliki kecenderungan untuk
mendominasi hasil tangkapan. Proporsi kelas ini meningkat dari sekitar 30% pada
tahun 2000 menjadi sekitar 50% pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi
sekitar
90% pada tahun
2002. Peningkatan kelas ukuran kecil diikuti dengan penurunan yang signifikan
dalam jumlah tangkapan yang diambil oleh tiga tas-Seiners selama periode.
Catatan dari total tangkapan pada tahun 2000 hanya di atas 2000 t yang menurun
selama dua tahun ke depan dan mencapai sekitar 1000 t pada tahun 2002.
Survei
menemukan total 106 orang pada Seribu Pulau dari tiga spesies Tridacna, yaitu
T. squamosa (40 indv.), T. maxima (25 indv.) dan T. crocea (41 indv.).
Sementara perairan Manado, survei menemukan total 61 orang dari empat spesies
yaitu T. squamosa (40 indv.), T. maxima (3 indv.), T. crocea (17 indv.) Dan T.
gigas (1 indv. ). densitas empat spesies Tridacna ditemukan selama penelitian.
Sementara berbagai ukuran cangkang kerang.
KESIMPULAN
Perikanan
di Indonesia banyak keanekaragaman, seperti di bali dan jawa serta sulawesi dan
kepulauan seribu. Contoh keanekaragaman disana adalah Kima raksasa dan juga
ikan Cakalang atau Tuna. Total species di kepulawan seribu lebih tinggi dari
pada di Manado, Sulawesi.
Komentar
Posting Komentar